Senin, 28 Mei 2012

INISIASI 1-8 PENGANTAR ILMU ISIP 4212

NISIASI 1: Partai politik dan 'power sharing'
Sebelum mengikuti tutorial online ini, ada baiknya Anda membaca terlebih dahulu tentang pengertian partai politik dan partisipasi politik. Menurut pendapat Anda bagaimana kinerja partai politik bila dikaitkan dengan pengertian power sharing.

Isu power sharing, atau saya terjemahkan dengan istilah ‘berbagi kekuasaan’ adalah fenomena politik yang seharusnya dimiliki dalam kehidupan kepartaian. Apa sebenarnya power sharing ini? Power sharing mengacu pada partisipasi yang mewakili kelompok-kelompok untuk suatu keputusan politik. Artinya berbagai kepentingan disatukan menjadi satu suara dan inilah tugas tersulit bagi partai politik. Konflik akan muncul bila salah satu kelompok tidak terakomodasi kepentingannya. Oleh sebab itu, praktek yang terkait dengan power sharing adalah koalisi partai. Hal ini akan membangun budaya politik untuk bekerjasama, konsensus dan konsolidasi yang akan mengakomodasi kepentingan politik dari berbagai kelompok sehingga menjadi kebiasaan yang harus dijalankan partai politik. Partai politik yang besar, kecil, lama dan baru yang memiliki platform yang sama dibiasakan untuk bekerjasama.

Dalam power sharing ada istilah “One Size Fits All” yang menjelaskan keterkaitan partai politik dengan sistem pemilihan. Keterkaitan ini dijelaskan dengan membahas beberapa karakteristik, yaitu 1) sistem pemilihan anggota legislatif, 2) pelaksanaan sistem proposional; 3) sistem pemerintahan (presidensial atau parlimenter); 4) power sharing di lembaga eksekutif; 5) stabilitas kabinet; 6) pemilihan umum; 7) sistem federal dan desentralisasi; 8) power sharing di luar lembaga legislatif dan eksekutif.

Menurut pendapat Anda apakah koalisi partai politik perlu dibangun, bila dikaitkan dengan pengertian power sharing?
Terakhir diperbaharui: Senin, 19 September 2011, 16:10
 
 Inisiasi 2: Sosialisasi politik dalam komunikasi politik

Sosialisasi politik merupakan kegiatan komunikasi politik yang tujuannya adalah untuk upaya pelestarian sistem politik. Sosialisasi politik bersifat dinamis karena sangat tergantung dari situasi dan kondisi masyarakat di dalam lingkungan sistem politik.

Dalam modul 5 dijelaskan bahwa tujuan sosialisasi politik adalah untuk transformasi nilai-nilai yang akan menjadi pola keyakinan dan pola kepercayaan yang akan membawa bangsa ke arah kebesaran. Oleh sebab itu ada 3 dimensi untuk melihat tujuan sosialisasi politik yaitu: dimensi psikologis, dimensi ideologis dan dimensi normatif.

Dalam dimensi psikologis ditekankan pembentukan sikap, perilaku dan kepribadian politik. Dimensi psikologis lebih mementingkan tahapan yang berproses, mulai tahapan pengenalan, pemahaman sampai dengan tahapan kematangan politik karena telah berada pada kondisi adaptasi terhadap nilai-nilai yang berlangsung. Selanjutnya adalah tahapan menerima suatu nilai (ideologi) sebagai pola keyakinan, artinya simbol-simbol politik telah diinterpretasi ke dalam simbol-simbol keyakinan yang akan dijadikan pedoman untuk berperilaku. Proses psikologis dan ideologi ini akan terintegrasi ke dalam norma-norma dan kaidah-kaidah sebagai sistem norma yang berlaku.

Dalam proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya, maka biasanya proses sosialisasi politik dilakukan oleh agen sosialisasi politik misalnya partai politik yang menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah. Dalam menyampaikan informasi makan agen sosialisasi politik berperan merumuskan dan menformulasi informasi sebelum disampaikan kepada komunikan. Sebagai komunikator politik maka partai politik akan menggunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat, dan sebaliknya segala keluhan, aspirasi dan tuntutan masyarakat akan digunakan dalam bahasa teknis untuk disampaikan kepada pemerintah.

Berkaitan dengan sosialisasi politik sebagai kegiatan komunikasi maka menarik juga apa yang dikatakan oleh Effendi Gazali, pengajar komunikasi politik FISIP-UI bahwa sesungguhnya komunikasi politik adalah bagian dari rekonstruksi budaya. Dia membantah anggapan bahwa komunikasi politik diperlukan hanya pada saat-saat pemilu terutama untuk kegiatan kampanye politik saja. Pada kenyataannya dikatakan bahwa komunikasi politik dilihat dalam konteks konstruksi budaya. Disini budaya dilihat sebagai perangkat lunak proses demokrasi dalam pembentukan mental nonfeodal, artinya budaya dapat menumbuhkan rasa memerdulikan pendidikan dan etika politik. Walaupun kita tahu bahwa komunikasi politik pada hakekatnya bertujuan untuk memenangkan pendapat dan dukungan publik, tetapi yang terpenting juga adalah melakukan proses pencerdasan publik dalam berpolitik.
 
Inisiasi 3: Penyempurnaan Undang-Undang Bidang Politik

Pada tahun 2011 penyempurnaan Paket Undang-Undang Bidang Politik yaitu tentang UU Nomor 22 Th 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 10 Th 2008 tentang Pemilu Legislatif, UU No 42 Th 2008 Pemilihan Presiden, UU No 27 Susunan dan Kedudukan, belum rampung dibahas oleh DPR. Idealnya menurut beberapa pengamat politik semua Pengesahan Paket UU Bidang Politik selesai pada tahun 2012.

Pengesahan ini amat penting untuk memberi kesempatan kepada Komisi Pemilihan Umum yang baru untuk mempersiapkan dengan lebih baik, karena banyak masalah teknis yang perlu diatur agar pemilihan umum berjalan dengan lancar dan tertib. Kekuatiran ini beralasan karena sudah hampir setahun ini baru RUU Penyelenggaraan Pemilu yang akan selesai, sehingga yang perlu diingat akan percepatan pengesahan RUU lainnya.

Menurut pendapat Anda apa yang menyebabkan tertundanya pembahasan Paket UU Bidang Politik ini? Kegiatan2 koordinasi dan konsultasi antara pemerintahan (Kemendagri), KPU, Bawaslu, Komisi II DPR yang membidangi politik juga dengan pakar-pakar hukum dan politik harus terus dilakukan untuk penyempurnaan Paket UU Bidang Politik ini.

(Coba Anda lakukan browsing di internet, bagaimana perkembangan pembahasan tentang Pengesahan Paket Undang-undang Politik ini di tahun 2012 ini, apa saja yang telah selesai dibahas? Jadikan informasi yang Anda peroleh untuk bahan mengerjakan Tugas 1.)



Terakhir diperbaharui: Rabu, 28 Maret 2012, 11:08
  

Pada materi inisiasi 4
 
 
, kita mendiskusikan tentang tugas dan fungsi yang dikaitkan dengan kinerja partai politik. Salah satu yang menghambat kinerja partai adalah dominasi budaya ‘patron-client’ yang masih melekat pada kelembagaan partai politik. Sejak lama budaya ‘patron-client’ banyak menghambat tumbuhnya kelembagaan politik dan negara menjadi organisasi modern, termasuk organisasi partai politik. Salah satu ciri organisasi modern adalah memiliki visi dan misi yang jelas tentang target yang akan dicapai, dan tentunya target ini harus disesuaikan dengan visi dan misi negara. Pencapaian visi Indonesia 2030 saat dikaitan dengan pencapaian MDG (Millenium Development Goals).

Bila partai politik ingin mempunyai visi dan misi yang jelas, maka yang harus dibenahi adalah internal kelembagaan partai politik itu sendiri dan sebagai langkah awal maka seharusnya partai politik memiliki perencanaan anggaran yang lebih transparan. Menurut Hadar N, Gumay dari CETRO (Centre for Electoral Reform)hal ini akan mengikis praktek korupsi dan mendidik partai menjadi organisasi modern. Dengan adalah RAPBP (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Partai Politik) maka diharapkan partai dapat mengestimasi kegunaan keuangan partai dan asal-usul keuangan partai politik, misalnya iuran, sumbangan perorangan , badan usaha atau subsidi negara.

Menurut UU 31 Tahun 2002 dijelaskan bahwa keuangan partai politik berasal dari:
1.Iuran anggota
a.perorangan maksimal Rp 200 juta.
b.perusahaan badan usaha maksimal Rp 800 juta
2.Sumbangan sah menurut hukum
3.Bantuan dari negara (APBN dan APBD besarnya proporsional sesuai perolehan kursi di lembaga perwakilan rakyat).

Dengan adanya landasan hukum ini, maka jelas penerimaan dan pengeluaran partai sehingga terhindar dari praktek-praktek politik uang yang selama ini marak muncul. Landasan hukum ini memungkinkan anggaran partai di audit secara berkala sehingga lebih transparan dan akuntabel. Bagaimanapun partai politik adalah lembaga politik milik publik sehingga khalayak publik berhak tahu tentang keuangan partai.
Terakhir diperbaharui: Selasa, 10 April 2012, 15:42
 
 
 
INISIASI 5: Ketercapaian MDGs dan Kinerja Partai Politik
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium. Deklarasi itu berdasarkan pendekatan yang inklusif, dan berpijak pada perhatian bagi pemenuhan hak-hak dasar manusia. Dalam konteks inilah negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDG). Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target yang harus dicapai, yaitu 1) mengurangi kemiskinan dan kelaparan, 2) mencapai tingkat pendidikan dasar untuk semua, 3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, 4) menurunkan kematian anak dan ibu, 5) meningkatkan kesehatan ibu, 6) mengatasi HIV/AIDS, Malaria dan berbagai penyakit menular lainnya, 7) memastikan kelestarian lingkungan hidup.

Dibawah adalah tulisan yang diunduh dari http://www.kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4016

Peran Partai Politik dalam Mensukseskan Pembangunan Millenium (Senin, 03 Maret 2008)
Pembangunan Millenium yang lebih populer dengan sebutan MDGs atau Millennium Development Goals merupakan proyek kemanusiaan yang disepakati para anggota PBB termasuk Indonesia pada bulan September tahun 2000 di KTT global yang melahirkan Millennium Declaration, inisiatif global mengurangi jumlah orang miskin di dunia menjadi separuhnya pada tahun 2015.

Delapan tujuan MDGs yang harus dicapai oleh negara-negara berkembang dan negara-negara maju ini antara lain memberantas kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan dasar bagi semua, mendorong kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain, menjamin kelestarian lingkungan serta mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. (Down to Earth Nr. 67, November 2005).

Sejak dideklarasikan tahun 2000, capaian MDGs memang tidak semulus yang diinginkan. Kesenjangan di tingkat global dan dalam suatu negara masih saja terjadi dan menjadi faktor penghambat pencapaian MDGs. Kemunduran dalam pencapaian MDGs juga dialami oleh Indonesia. Laporan A Future Within Reach (2006) menempatkan Indonesia di kelompok terbawah bersama Banglades, Laos, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, dan Filipina (Kompas, 3/3/2007). Mundurnya Indonesia dalam capaian MDGs dapat dilihat pada buramnya potret kesejahteraan masyarakat. Angka kemiskinan, misalnya, bertambah dari 15,97 persen (Februari 2005) menjadi 17,75 persen (Maret 2006) (BPS, 2006). Ratusan ribu prasarana pendidikan yang rusak, di Jawa Barat ada 58.511 ruang kelas, Sumatera Selatan 88.000 ruang kelas, Jawa Tengah 2000 ruang kelas, dll (Kompas, Agustus/12/2007). Erna Witoelar yang memperoleh kepercayaan menjadi Special Ambassador United Nation sehubungan dengan agenda MDGs mengatakan kemunduran Indonesia dan sejumlah negara lain itu terkait dengan konflik politik dan bencana alam yang diakibatkan oleh kerusakan ekologis.

Menurutnya, konflik politik menarik mundur upaya pemerintah dalam memerangi kemiskinan serta mengalihkan perhatian pemerintah sehingga masalah sosial yang dihadapi masyarakat miskin menjadi terbengkalai (Antara News, 20/04/2007). Senada dengan pernyataan Erna, William Easterly, guru besar ekonomi dari New York University dan mantan ekonom Bank Dunia menyebutkan, masalah di negara-negara miskin dan berkembang acapkali berakar dalam institusi di negara mereka sendiri, dimana politisi dan pelayan publik tidak bertanggung jawab kepada warga negaranya. Padahal - meminjam Erna - tata pemerintahan yang baik sangat penting untuk penanggulangan kemiskinan.

Penyelesaian problem kemiskinan tentunya dapat tercapai dan dipenuhi dari anggaran pemerintah baik melalui APBN maupun APBD. Kompleksitas problem kemiskinan dan pemiskinan di Indonesia, sangat terkait erat dengan isu-isu sosial seperti rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau rakyat miskin, kerusakan lingkungan hidup, meningkatnya angka penderita HIV/AIDS, serta kematian ibu dan balita. (Antara News, 20/04/2007). Namun, kondisi ini seringkali diperparah dengan kenyataan bahwa negara berkembang dengan potensi pasar luas seperti Indonesia sering ditekan lembaga multilateral (terutama WTO, IMF, dan Bank Dunia) serta negara adidaya (khususnya AS) untuk membuka pasarnya dan menghilangkan subsidi berdampak pada anjloknya tingkat upah dan meningkatnya PHK yang berarti meningkatnya jumlah orang miskin (Ivan Hadar, 2007). Di tambah lagi dengan bukti terdahulu yang dilaporkan PBB (UNDP, 1999), bahwa ketimpangan antara orang miskin dan kaya di dalam negara atau antar negara sangat cepat meluas disebabkan oleh sistem perdagangan dan keuangan global.

Fakta-fakta tersebut memperlihatkan betapa pentingnya upaya nasional yang melibatkan seluruh elemen penyelengara negara dan masyarakat, tidak terkecuali partai politik untuk mengubah kondisi menjadi lebih baik. Peran partai politik menjadi sangat penting mengingat keberadaan mereka sebagai pilar negara, turut menentukan keberhasilan agenda besar pembangunan bangsa sekaligus diharapkan menjadi problem solver berbagai persoalan yang melilit bangsa.

Penguatan peran partai politik dalam keberhasilan MDGs sangat ditentukan oleh besarnya komitmen elit partai dalam menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi manusia serta menciptakan iklim yang kondusif untuk menyejahterakan masyarakat. Elit partai juga harus menunjukan komitmen luhurnya menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara yang berpihak kepada masyarakat.

Prasyarat ini penting dilakukan. Investasi dan strategi yang hati-hati - meminjam Messner dan Wolff (the MDGs, Thinking Beyond the Sachs Report, 2005) - hanya dapat berhasil apabila para elite di negara berkembang berkomitmen kepada diri mereka sendiri dengan melaksanakan prinsip good governance. Model investasi untuk memberdayakan orang miskin di setiap negara selain didasarkan pada kebijakan ekonomi dan sosial, juga bergantung pada strategi-strategi untuk mengembangkan atau memperkuat institusi MDGs yang relevan. Konsisten pada upaya antikorupsi, investasi penguatan dan peningkatan efektitivitas administrasi publik, pelaksanaan aturan hukum, transparansi dan akuntabilitas dalam bisnis dan politik serta upaya memperkuat hak asasi manusia adalah kunci membangun strategi pencapaian MDGs.

Disinilah momentum penting bagi partai politik memainkan peran dan fungsi strategisnya dalam keberhasilan MDGs dengan memberikan prioritas yang lebih tinggi kepada upaya-upaya sistematis menyelesaikan berbagai problem sosial - kemanusiaan seperti halnya termuat dalam delapan goals MDGs.. Sudah saatnya elit partai meninggalkan budaya politik yang sarat dengan perilaku politik pragmatis yang gemar mengumbar libido kekuasaan.

Sehingga mampu memaksimalkan perannya dalam mendorong investasi riil dan meminimalkan spekulasi keuangan, mendukung swasembada dan kemandirian lokal ketimbang terus menerus menciptakan ketergantungan global. Pemerintah harus didorong untuk menekan berbagai kepentingan lembaga keuangan dan korporasi-korporasi global sehingga tunduk, bertanggungjawab terhadap aturan-aturan dan nilai-nilai demokratis. Tataran-tataran nilai yang dimulai dari demokrasi, keadilan, transparansi, keberlanjutan lingkungan hidup dan subsidiaritas yang kesemuanya itu menunjukan keberpihakan kepada kaum miskin, hak-hak asasi manusia serta kelestarian planet bumi ketimbang hak-hak dan keuntungan korporasi besar yang terus berkepentingan memijakan modalnya di tanah air tercinta.

Penulis : Achmad Ubaidillah, S. Hum
1. Wakil Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan Kota Bogor.
2. Kordinator Lingkar Intelektual Muda Nahdlatul Ulama
3. Anggota Aliansi Pemuda Dunia (World Youth Alliance)

Terakhir diperbaharui: Selasa, 10 April 2012, 15:44
 
 

Terakhir diperbaharui: Rabu, 18 April 2012, 13:05
 
 
Inisiasi 8: Koalisi, Kepemimpinan Nasional dan Calon Independen

Isu perombakan kabinet kembali ramai dibicarakan setelah pecahnya koalisi soal kebijakan pemerintahan tentang BBM dan mengusulkan penggantian menteri dari partai politik yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah soal BBM tersebut.

Sejatinya, harapan kita seorang menteri tidak hanya dipilih karena berasal dari kelompok/anggota partai tertentu, namun terpilih karena pertimbangan kualitas individu yaitu memiliki kompetensi kinerja yang baik.

Selama ini rekrutmen pemimpin nasional di dominasi oleh partai politik dan pengalaman membuktikan bahwa pimpinan usulan partai politik seringkali gagal dalam mengusung tata kelola pemerintah yang baik. Oleh sebab diusulkan untuk membuka rekrutmen pemimpin nasional dari nonparpol atau disebut calon independen.Munculnya alternatif rekrutmen pemimpin nasional dari nonparpol disebabkan karena ada kesenjangan antara kinerja partai politik dengan harapan masyarakat. Partai politik dinilai tidak sanggup melakukan agregasi kepentingan public dan hanya sibuk dengan urusan internal partai politik, misalnya calon pemimpin melalui jalur partai politik dikhawatirkan lebih menekankan pada kompromi dan transaksi ekonomi.

Beberapa media massa memberitakan bahwa anggota DPD mendorong munculnya calon independen untuk pemilihan Presiden/Wakil Presiden, bahwa disinyalir calon independen dapat memajukan partai, karena yang dicalonkan adalah individu yang berkualitas. Namun, ada juga kekhawatiran karena dalam perjalanan calon independent akan menglami kesulitan dalam melaksanakan roda pemerintahan, karena setiap kebijakan publik harus melalui persetujuan lembaga perwakilan. Selain itu ketentuan pencalonan telah diatur dalam peraturan perundangan, misalnya Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945, “pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu”.
Terakhir diperbaharui: Kamis, 3 Mei 2012, 11:19
 
 
 
 
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar